![]() |
[Sumber: Dokumentasi Billy Setiadi] |
La piye je, aku
sudah menemukan ada teman yang merencanakan buka bersama sebelum ramadan itu
datang. Ini kan jenis manusia yang amat sangat-sangat prepare. Puasa lo belom,
sahur juga masih beberapa hari lagi, lakok wes mikir buka. Bukae bareng-bareng
pula. Sunggu kita kaum komunal. Hahahaha
Yang kita
butuhkan itu bukan semangat kumpul sebenarnya, tapi sedikit bumbu-bumbu
individualis. Lawong berkumpul itu wes seakan jadi naluri, hehe, karena saat
kita berkumpul dan berhimpun, ghibahlah ujungnya, dan itulah yang membahagiakan
kita.
Dari serangkaian
hingar-bingar ini, akhirnya aku sempat menjadi bagiannya. Tetapi bukan kumpulan
untuk buka puasa bersama, tetapi untuk sahur bersama. Semakin spesial karena
sahurnya bersama ibu Shinta Nuriyah. Ya ibu Shinta yang istrinya Gus Dur itu.
Ini sahur keduaku
bersama dengan beliau, setelah yang pertama saat dulu menjadi maba tahun 2011.
***
Dulu sempat
dijelaskan, kenapa bu Shinta ngajaknya sahur bersama, kok bukan buka bersama
yang lebih usum itu ya. Tapi tak ingat-ingat jawabane masih belom ketemu.
Apa karena sahur
sebagai simbol mulai ritual puasa ya. Kita memulai dengar berkumpul yang baik, niat
puasa yang baik, memulai perjuangan melawan hawa nafsu bersama dengan baik-baik.
Kan kalau buka itu simbol berakhirnya perjuangan menahan hawa nafsu, seremonial
lah, merayakan juara lah kalau di liga sepak bola.
Jadi bu Shinta
lebih mementingkan latihan sebelum bertanding dari pada perayaan juara. Mungkin gitu
ya, tapi mbuh lah, iki sek gatuk-gatukanku dewe.
Tapi gatuk-gatukanku
kok ya keren juga ya. Terlihat cukup masuk akal falsafahnya dan romantis. hehe
***
Semalam, Bu Shinta
mendahului pembicaraan dengan ngabsen hadirin. Ditanya dari asal, suku, sampai
agama. Eh dilalah kok sangat beragam sekali. Dari Aceh sampek Papua dilalah ada
semua. Dari seluruh agama yang terhimpun di Indonesia juga ada, sampek bahai lo
ada. Terus bu Shinta ngelanjutin dengan seruan “kita semua sodara ndak?”, “sodara,
bu” sambung hadirin, “kalau gitu, boleh ndak kita cakar-cakaran? Sikut –sikutan?”.
“Ndak, bu” jawab hadirin. “Kalau rebutan kursi, boleh ndak?” tanya bu Shinta
lagi. “Ndak bu” sebagian hadirin menjawab. “Lo, kok ndak boleh, la kan kemarin
sudah rebutan kursi”. Disambut kekeh hadirin. Bu Shinta melanjutkan “yang gak
boleh itu kalau rebutan kursinya tidak sesuai konstitusi, jadi harus tetap
baik-baik rebutannya”
Lalu, bu Shinta
ngajaki kita untuk merefleksikan makna puasa, lakok dilalah yang kuenceng
jawabe malah temen dari katolik, “menahan hawa nafsu, buk” pekiknya. Lalu bu Shinta melanjutkan dengan menjelaskan refleksi apa saja yang bisa kita lakukan
saat puasa.
***
Sehingga memang
kalau jawaban perkiraanku tadi benar, yang soal kenapa bu Shinta ngajaknya
sahur bersama, ndak buka bersama, narasinya jadi gini “kita memulai latihan
dengan merefleksi apa tujuan kita berpuasa dengan bersama-sama. Bahwa makna
luhur dari puasa selain hanya menahan haus dan lapar adalah menahan hawa nafsu
kita merajalela di hidup dan menguasai hidup. Kita juga dituntut untuk sabar,
jujur, mudah memaafkan di saat puasa. Kita latihan bareng, puasa bareng, berjuang bareng dan
semoga bisa sukses juga bareng”
Selamat berpuasa :)
0 comments