Kemenangan MU atas Chelsea di pekan 5 EPL musim ini itu aneh. Kekalahan MU dari Brentford di pekan 6, meskipun sudah biasa, juga aneh.
Kurasa sepak bola sudah benar-benar mengalami kerusakan sana-sini. Sesuatu yang tidak pernah terlihat di era sebelumnya. Yang aku tidak tahu dengan jelas kapan mulainya, karena sepertinya, kerusakan itu berjalan secara pelan-pelan dan mulainya dari dalam.
Gelar
Chelsea ini tim dengan predikat juara dunia, di dada mereka tersemat emblem bertuliskan “WORLD CHAMPIONS” dengan warna dominan emas, melambangkan kedigdayaan dan kejayaan. Tapi kok mainnya kayak sampah.
Di masa lalu, tim dengan predikat juara dunia itu minimal ngeri. Membayangkan trengginasnya trio BBC Madrid, cerdasnya trio midfielder Barca, dijaga kiper ngeri kaya Neuer dan Van der Sar, dan bergunung atribut berlabel “ngeri” lain.
Melihat permainan MU, tim yang musim lalu cuma berjuang untuk tidak terperosok masuk zona degradasi, melawan tim berstempel juara dunia, sangat tidak menyenangkan.
Misal, kemenangan MU kemarin terkategorikan “ugly win”, tapi permainan Chelsea tetap gayeng, kita bisa menerima itu. Masalahnya adalah kenapa dua-duanya bermain seperti tidak tahu caranya bagaimana membuat permainan yang menarik, terlebih Chelsea si Juara Dunia itu.
Tidak pernah terbayang tim yang berlabel juara dunia tidak punya mental juara seperti itu. Bermain dengan 10 orang sejak menit awal harusnya bukan masalah yang berat banget, karena ini soal mental, tidak hanya skil dasar bermain bola.
Skill dasar pun dipertanyakan. Banyak umpan tidak sampai, visi tidak jelas, sirkulasi bola tidak fluid, dan seperangkat hal menjemukan lain.
Lalu apa sebenarnya makna gelar juara dunia itu sekarang?
Kehilangan Substansi Sebagai Tim Olahraga
Di muka saya bilang kalau kekalahan MU dari Brentford itu aneh, meskipun sudah biasa. Begini penjelasannya.
MU, seremuk-remuknya, tetap disebut khalayak sebagai tim besar. Jadi simpelnya, kekalahan MU adalah kekalahan tim besar dari tim yang selalu tidak dipertimbangkan tiap tahun.
Tapi, kita perlu bertanya sekali lagi, apa sebenarnya definisi dari tim besar? dan kenapa MU masih didefinisi tim besar?
Karena ini benar-benar harus diperjelas, masa’ tim yang sudah tidak langganan masuk the big four -by the way, saya lebih suka predikat the big four dari pada the big six. Karena the big six digunakan untuk mengakomodir MU yang kadang finish di peringkat 5 atau 6- masih disebut tim besar?
Kenapa tim yang angin-anginan lebih dari 10 tahun disebut tim besar?
Bisa Anda menjawab?
Kalau saya mau jawab singkat saja, ini semua karena uang dan eksposur.
MU masih memiliki uang untuk belanja pemain dengan harga di atas rata-rata. Dan MU memiliki basis pendukung yang besar.
Jawaban kedua sebenarnya bisa kembali ke poin 1. Karena basis masa MU besar, sehingga ia masih menjadi magnet media dan menarik untuk diikuti tiap minggu, setiap belokan transfer, dan pemecatan pelatihnya.
Berita ramai, pemilik media bersorai.
Dan saya tidak menemukan opsi jawaban ketiga, sudah dua itu saja.
Lalu, kalau MU besar karena uang dan karena basis masa. Masihkah layak disebut tim olahraga? Bukankah lebih tepat disebut komoditas bisnis dan ormas?
***
Kalau ditarik lebih luas dan mau zoom out sedikit dari masalah MU menjadi masalah olahraga sepakbola secara umum. Ketika kita mendefinisikan tim besar karena uang dan popularitas, ketika kita menemukan tim dengan status juara dunia tapi cara mainnya begitu, masihkan kita bisa berharap sepak bola akan membaik di masa depan?
Kurasa sepakbola sudah benar-benar menjadi komoditas bisnis. Sepak bola sudah dirusak oleh organisasi yang mengurusnya, FIFA dan UEFA, sepak bola sudah rusak dari dalam secara perlahan. Pemain dilarang istirahat, lebih tampan muka dari pada kaki, dan lain-lain.
Sepak bola saat ini hanya menjadi sekedar industri, tidak lebih.
Apalagi bibit atlet untuk masa depannya juga telah malas berlari karena lebih sibuk scroll, lebih memilih jadi atlet gim, dan tentu dengan dikit-dikit main sosmed sambil bergaya bak superstar padahal belum ada di kuku-kukunya 2 Ronaldo, apalagi Messi.
Akhirnya, bagaimana masa depan sepak bola kita?
0 comments