![]() |
[Sumber: ramadan.tempo.co] |
Sejak dulu, di musholah dan masjid desa selalu mengadakan khataman Alquran pada malam-malam ganjil sepulut terakhir, sehingga yang selama ini tadarus biasanya dilakukan sendiri-sendiri, pada malam-malam ini dilakukan bersama dan tentu akan menghabiskan Alquran lebih banyak.
Ada dua hal
menarik yang bisa kita bicarakan dari kebiasaan orang-orang desa ini; 1. Berjamaan
dan 2. Membaca Alquran.
***
Seperti yang aku
sebutkan di awal, bahwa orang-orang desa tadi sudah tadarus sendiri-sendiri
setiap malam ramadan, tetapi khusus pada malam ganjil 10 terakhir, warga
melakukan baca quran jamaah. Ini sungguh kental sekali dengan nuansa komunal
yang sangat khas dari masarakat pedesaan. Apalagi juga kita tahu bahwa banyak
sekali kegiatan komunal warga desa yang tidak memakai surat undangan lagi,
tetapi sudah mentradisi, dan sekali-kali hanya perlu diumumkan lewat TOA
mushola.
Kegiatan komunal
warga desa tidak hanya sesuatu yang bersifat materil/dhohiriyah semisal
membangun rumah, menjenguk orang sakit, sampai membela desa di pertandingan
sepak bola, tetapi sampai ke urusan non-materil/batiniyah. Solat berjamaah di
desa malah menjadi sebuah gandengan dari solat wajib. Yang namanya wajib itu ya
jamaah, kira-kira seperti itu. Malah kalau ada warga yang tidak datang jamaah,
dia akan dicari sama temen-temen yang lain, dikira sedang bepergian atau sakit.
Apalagi untuk
mushola dan masjid yang terafiliasi ke ormas NU, kegiatan ibadah berlanjut
sampai ke wirid bersama dan diakhiri dengan doa. Adalagi pembacaan yasin,
tahlil dan istighosah yang sudah pasti jamaah, malah kadang-kadang masih ada
jamaah tahlil di luar jamaah musholah, jadi semisal pas malam jumat,
orang-orang desa bisa baca yasin, tahlil dan istighosah 2 kali, satu di
mushola/masjid, satu di jamaahnya sendiri-sendiri yang digilir ke rumah-rumah.
Sehingga masjid
menjadi tempat yang sangat sentral di desa, karena masjid menjadi tempat berkumpul manusia selain yang dilakukan di luar ibadah. Bahkan di desa, masjid
lebih besar peranannya dari pada balai desa, karena balai desa hanya menyediakan
ruang formalistik belaka, semisal pendaftaran kepala desa, selebihnya dilakukan
di masjid, lawong pengumuman mengairi sawah ya dilakukan di masjid.
Dan pada malam
ganjil 10 terakhir ramadan, khataman Alquran dilakukan bergilir dari satu
mushola ke mushola lain, diatur oleh remas masjid. Kegiatan khataman Alquran
keliling ditutup di masjid besar, yang bertepatan pada malam 29 ramadan.
***
Hal lain yang
bisa dibahas dalam memenuhi malam ganjil 10 terakhir versi orang-orang desa adalah
membaca Alquran. Tentu menarik sekali, bahwa dari serangkaian ibadah yang bisa
dilakukan, kenapa membaca Alquran adalah yang dipilih. Tentu ini akan
berhubungan tentang malam nuzulul quran yang juga turun di bulan ramadan dan
saat itu adalah malam lailatul qadr, sehingga hubungan antara Alquran dan
lailatul qadr itu sangat erat.
Selain itu,
biasanya dalam setiap tadarus Alquran, ada seorang imam mushola/masjid yang
memberikan refleksi tentang Alquran pada jamaah, sehingga jamaah tidak hanya
membaca Alquran saja, tetapi juga mendapat refleksi dari secuplik apa yang
dibaca. Tentu hal ini dilakukan untuk menguatkan dan membangkitkan semangat
berislam. Hal ini karena tipikal manusia desa berislam selalu memilih satu
orang yang dapat menjadi rujukan dalam masalah keagamaan, bisasanya adalah imam
masjid.
Tidak semua orang
desa mengerti urusan makna dan meneladani Alquran, mereka menyerahkan pada satu
otiritas yang terpercaya. Jadi atmosfer yang terbentuk pun ndak yang
diluk-diluk minta dalil, karena islam yang mereka pahami sudah bergabung dalam
laku keseharian, tidak kaku nan formalistik. Tidak ada orang kemaki yang merasa
tahu segalanya karena membaca rangkuman Alquran dari internet. Yang dinilai
bukanlah seberapa banyak kamu tahu, tapi sebenarap kebermanfaatanmu untuk
masyarakat.
Kamu bisa hafal
Alquran dan setiap ditanya dalil bisa menjawan, tetapi kalau hal itu tidak membuatmu
punya akhlak yang baik, semisal ikut angkat-angat kayu saat ada yang pindahan
rumah, Alquran yang dihapal tidak jadi berguna.
Sehingga beragama
di desa lebih selow dan tidak formalistik ya karena nilai-nilai agama menyatu
menjadi laku kehidupan. Tidak dihadirkan dalam pertanyaan-pertanyaan yang kaku.
Ya itulah kehidupan di desa.
Bisa dibayangkau kalau nilai
Islam yang terkandung dalam Alquran dilakukan dengan berjamaah, bagaimana sejuknya hidup di desa.
Salam, selamat
menikmati ramadan :)
0 comments