APT. yang baru saja lewat adalah sebuah fenomena, menjadi musik video yang instan laris di YouTube, diputar dimana-mana, dipuja sana-sini, dibahas pengaman musik, sampai dilarang diperdengarkan di Korea Selatan sendiri. Bahkan sampai tulisan ini diunggah, ia masih nangkring di top 10 lagu paling populer di Spotify. Selain itu, APT. adalah fenomena di mana Korea Selatan memang sudah benar-benar menggenapkan levelnya dengan dunia (barat).
Dulu kita melihat dunia hanya bertawaf di barat, semua parameternya dari barat, pokok kabeh-kabeh itu barat. Kalau gak ikut barat ya ketinggalan zaman. Mulai dari fasyes, pendidikan, sampai untuk dapat dikatakan negara maju dan bahagia, ukurannya dari barat.
Saat ini, untuk beberapa hal, sudah mulai bergeser, dan geserannya beberapa mengarah ke negeri ginseng itu.
![]() |
Sumber: vogue.com |
Dalam banyak hal Korea Selatan sudah di level dunia dan bahkan menjadi barometer dunia. Kita bisa melihat sumbangsi Korea Selatan pada dunia terlebih pada bagian mengemas dunia hiburan.
Sebelum masuk ke APT., kita bisa melihat Korea Selatan benar-benar serius dan mumpuni di bidang film. Beberapa tahun lalu, Parasite yang diluncurkan tahun 2019 mendapatkan Piala Oscar di tahun 2020 untuk 4 kategori: Best Picture, Best Original Screenplay, Best Director, International Feature Film (Foreign Language Film). Bahkan film ini menjadi film asia pertama non bahasa inggris yang mendapatkan Best Picture. Setali tiga uang, K-Drama juga kualitasnya keren-keren dan benar-benar memabukkan dunia.
Dan beberapa waktu lalu kita ditunjukkan bahwa dalam bidang musik, Korea Selatan juga sudah ada di level itu melalui APT. yang menggelegar.
Musik Korea Selatan pertama kali mengejutkan dunia pada tahun 2012 dengan gangnam style. Sebuah tarian yang lumayan aneh, ditampilkan oleh lelaki paruh baya yang tubuhnya agak tambun dengan menari-nari di mana tangannya disilangkan di depan perut. Menjadikan musik video paling laris di YouTube saat itu (saat ini saya belum cek, apakah video gangnam style tetap yang paling tinggi atau bergeser).
Sehingga Korea Selatan saat ini kalau datang ke dunia barat, mereka sudah tidak lagi posisinya sedang ingin study banding apalagi study tour layaknnya anak SMA yang datang ke kampus-kampus atau industri ternama, tapi mencari mitra kolaborasi.
bukan menengadah tetapi sejajar.
Kenapa Korea Selatan bisa seperti ini?
Korea Selatan menerapkan proses produksi yang baik, mereka memperbaiki segala sektor. Produksi adalah hal yang paling diutamakan. Produksi komoditas hiburan Korea Selatan tidak main-main. mereka benar-benar memperbaiki detail-detail dari industri hiburan. Mereka berinvestasi dan berfokus dalam proses yang tidak instan. Selain itu mereka juga selalu melakukan pembibitan, mereka selalu meregenerasi. Terakhir saya tau artis K-Drama hanya Lee Min Ho, tapi saat saya tanyakan ke pecinta K-Drama, varian oppa-oppa yang dapat dipuja ketampanan dan kualitas aktingnya terus berlipat ganda.
Selain proses pembibitan dan produksi, aksi panggung juga menjadi hal yang sangat menarik, utamanya dalam K-Pop.
Sebenarnya konsep nyanyian dengan menari bukan hal yang baru, dari dulu kita sudah disuguhi hal seperti itu oleh Agnes Monica, yang saat ini berganti jadi Agnes Mo saat hijrah ke Amerika.
Konsep grup vokal juga sudah ada dari dulu, bahkan di eropa ada banyak sekali variannya, yang paling saya ingat adalah Westlife.
Nah, dengan sedikit inovasi saja, dengan menggabungkan keduanya, Korea Selatan menyuguhkan banyak sekali kelompok vokal yang bisa nyanyi sekaligus nari. Dengan tarian yang sangat energik dan tidak bisa disebut amatir. Menjadikan sajian K-pop tidak hanya enak didengar tapi juga sedap dipandang.
Terlebih pilihan musik yang menghentak dan enak buat joget tentu adalah poin plus. Saya jarang menemui vokal grup K-pop yang memilih genre folk atau musik-musik balada perjuangan. Mereka lebih memilih tampil dengan tampilan dan genre musik yang fun, seru, energik, dan good vibe.
Satu yang Signifikan
Selain produksi, pembibitan, inovasi, dan genre, satu hal yang saya kira sangat signifikan dari pesatnya industri hiburan Korea Selatan adalah mental.
Korea Selatan punya mental selalu memperbaiki diri dan percaya diri. Mereka selalu mengupgrade kualitas dan menyerap hal-hal baru. mereka juga tak segan untuk mencoba mensejajarkan diri.
Dulu, K-Pop mungkin hanya tenar di belahan asia timur, lalu mulai merambat ke seluruh asia. Keberanian korea melalui APT. dalam berkolaborasi memang perlu diacungi jempol.
Rose yang sudah punya basis massa, berkolaborasi dengan super star dari barat Bruno Mars. Tentu hal ini tidak didapatkan dengan instan, apalagi jalur ordal, dikira Rose punya Bapak yang kenal Bruno Mars. Hal ini didapatkan ya tentu atas usaha keras dari Rose dan Blackpink untuk selalu berusaha “memantaskan diri” di jajaran musisi top dunia.
Hal seperti ini ndak mungkin hadir pada orang yang mentalnya inlander, yang selalu menengadah ketika melihat orang kulitnya putihan dikit. Yang merasa bahwa mereka yang berambut blonde pasti lebih baik. Karena kolaborasi diawali dengan rasa selalu mau belajar, percaya diri, dan melihat semua manusia adalah manusia.
Kalau Indonesia ingin menyusul Korea Selatan, kita perlu benar-benar tinggalkan mental kalah dari bangsa luar, mentalnya harus jadi mental kolaborasi.
Apakah mental kita, mental kalah?
Sayangnya saya harus jawab ya pada banyak aspek. Kita punya mental kalah, contoh paling mudah ditemui adalah saat nonton bola. Coba perhatikan komentatornya. Dari dulu saat timnas kita melawan timnas luar negeri (terlebih timnas sebelum era Coach STY), komentatornya hanya akan selalu mencari kambing hitam atas kegoblokkan pemain timnas kita. Seperti kita kalah sprint, kalah tinggi, rumput jelek, sampai lapangan becek.
Kalau kita selalu kalah karena pemain timnas kecil, apa kabar Messi yang tingginya tidak lebih dari 170 cm itu. Untuk ukuran pemain bola yang gemilang di eropa, tinggi di bawah 170 termasuk sangat kecil. Tapi kenapa dia malah menjadi orang paling sukses dalam ballon d'or, dengan segala kontroversinya itu.
Kalau masalahnya adalah lapangan, emang dua tim bermain di lapangan yang berbeda?
Tinggal mengaku bahwa kita belum bisa passing, kontrol, keseimbangan buruk, dan ketahanan fisik lemah saja perlu menyalahkan ini itu. Kalau kita tau lemah di satu bidang, ya ayo dibenahi bidang itu, sekali lagi kolaborasi diawali dengan mental mau belajar.
Kita terlalu gengsi untuk mengakui bahwa kita belum sempurna. Kita terlalu suka mencari kesalahan di pihak eksternal, seolah-olah kita tidak berdaya dan tidak punya kehendak bebas untuk memperbaiki itu. Kalau dalam buku 7 Habits for effective people, kita terlalu sering fokus pada lingkaran perhatian.
Sehingga kalau kita mau punya “APT.-nya Indonesia”, kita perlu perbaiki mental dan mulai kolaborasi. Kita cari tahu kesalahan kita, kita minta maaf, kita berdamai, dan kita perbaiki.
Mau bukti lagi bahwa kita itu punya mental kalah dan suka banget cari kesalahan orang lain atas dosa kita? penanganan kasus HAM!
Karena untuk menuju Indonesia Emas 2045, tidak hanya urusan SDM yang mumpuni, SDA yang dimanfaatkan optimal serta menerapkan prinsip sustainability, tetapi juga selesai dengan dosa-dosa kemanusiaan masa lalu.
0 comments